27 February 2011

Episode Sebuah rencana

Pernah merasakan doa yang kalian panjatkan dikabulkan oleh Tuhan dalam waktu yang begitu cepat?, saya pernah dan itu terjadi beberapa minggu yang lalu. Saya ingat betul satu bulan sebelum hari itu saya berdoa kepada Allah memohon sebuah permintaan. Tak disangka dan tak diduga ternyata Allah mengabulkan doa saya dengan begitu cepatnya. Ketika kabar itu datang dalam hati saya berkata --ya Allah inikah jawaban atas doa-doa ku?. Tak terhitung ucapan syukur saya panjatkan selama perjalanan, apapun itu saya akan menepati janji yang saya ucap dalam dalam doa. Ada rasa ragu. tapi keyakinan dihati lebih besar dari sebuah keraguan.

Senang??? tentu saja, siapa yang tak akan senang jika doa yang dipanjatkan langsung dikabulkan. Tapi saat itu ada pertanyaan lain yang muncul --rencana apa yang Engkau berikan untuk ku ya Allah. Dan salam perjalanan itu pula saya berdoa semoga Allah memberikan memberikan rencana yang baik untuk saya.

Dan ternyata rencana hanya tinggal rencana, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan, perbuatan yang seharusnya mudah dilakukan mengapa menjadi begitu sulit. Banyak pertimbangan disana. Saya tak mungkin mementingkan diri saya dan mengabaikan orang lain. Akhirnya dengan sangat terpaksa janji saya yang saya ucap dalam doa dan kesempatan yang ada saya lepas begitu saja. Saya tahu, mungkin saya berdosa atau --entahlah apa namanya-- karena saya telah mengingkari janji saya, tapi permasalahannya tidak sesedehana apa yang saya tulis --mungkin juga tidak seribet apa yang saya paparkan-- tapi saat itu sulit bagi saya untuk  berfikir.

Saya tahu kesempatan tidak akan datang dua kali tapi sudahlah,saya berharap semoga ada keajaiban yang bisa mendatangkan kesempatan kedua. Dihari yang sama pula saya tahu ternyata Allah mengabulkan doa saya yang lain yang telah saya panjatkan beberapa tahun yang lalu. Ada perasaan lega dihati ketika doa saya yang lain terkabul. Dalam hati saya berkata --hei...anty, Allah lebih tahu apa yang terbaik untukmu, yakinlah Allah akan memberikan yang lebih baik dari semua ini--

Mungkin cerita saya ini agak sedikit berlebihan, ah...sudahlah tak perlu dipikirkan

Apa ada diantara kalian yang tidak mengerti cerita ini?? hei...tentu saja saya sengaja melakukannya, cukup hanya saya yang mengerti. Seperti yang sudah saya katakan, blog ini bukanlah diary kesayangan saya jadi jangan harap saya akan menceritakan tentang diri saya secara gamplang.


15 February 2011

Episode DANBO, si kecil yang menggemaskan

DANBO adalah kependekan dari Danboard, dibuat dari kertas karton board. Boneka ini adalah kreasi dari Azuma Kiyohiko seorang komikus serial manga Yotsuba. Bentuk boneka ini sangat unik, yaitu action figure dengan penampilan seperti manusia dengan ukuran mini 7 cm dan 13 cm. Siapa pun pasti akan gemas melihatnya. Bagaimana tidak Danbo dapat digerakkan secara manual dan dibentuk dengan berbagai macam gaya unik. Perusahaan yang membuatnya  menggunakan teknologi tinggi disetiap persendian sehingga membuatnya mampu bergerak secara luwes. Ekspresi dari si imut ini yang menjadi daya tariknya. Danbo sendiri di Jepang dijual dengan harga mulai 5000 yen atau sekitar Rp. 500.000 per biji nya--hmm...mahal juga ya. Dalam serial manga nya Danbo mungil ini dapat bergerak ketika ada koin yang dimasukkan kedalam mulutnya.

Ini dia nih foto-foto lucu si imut Danbo

1. Danbo kecil lagi main tuh sama mama nya hihi...


2.  Danbo lagi foto siapa ya??





3. Wah...Danbo lagi petik bunga buat siapa nih?




4. Cie..Danbo..ngasih bunga ke cewe...buat aku mana??


5. Uhuy...nyatakan cinta nie..ye... :D


6. Ko..Danbo sedih??knp???cinta nya di tolak ya



7. Eh...Danbo mau kemana tuh

8. Dari pada sedih mending main sama aku aja :)

Episode Summer in Seoul

Ini bukan cerita tentang liburan musim panas saya di kota Seoul, Korea--meskipun sebenarnya saya menginginkannya--tapi ini adalah cerita tentang sebuah buku yang baru saja selesai saya baca. Summer In Seoul adalah sebuah novel karangan Ilana Tan yang dirilis tahun 2006. Buku dengan tebal 275 halaman ini saya habiskan dalam waktu satu hari satu malam. Berbeda dengan buku-buku yang pernah saya baca, buku ini terbilang ringan, tidak terlalu menguras konsentrasi sehingga saya bisa menghabiskannya dalam waktu singkat.

Saat saya membaca buku ini saya seperti sedang menonton sebuah drama korea, ditambah lagi ketika  membacanya saya sedang mendengarkan lagu korea, sempurnalah drama korea versi saya. Dengan tokoh yang saya reka sendiri jadilah saya sutradara dalam sehari. Sayang sang penulis tidak menceritakan secara detail setiap tempat yang ada dibuku, padahal ketika saya memutuskan untuk membeli buku ini dan ketiga buku yang lain dengan pengarang yang sama, saya berharap penulis akan menceritakan setiap sudut kota Seoul. Buku ini menceritakan tentang seorang gadis berdarah Indonesia-Korea yang berpura-pura menjadi kekasih seorang artis terkenal di Korea--drama korea banget kan?

Cerita berawal ketika beredarnya gosip tentang Jung Tae-Woo--artis korea yang sudah 4 tahun menghindari dunia showbiz--yang menurut majalah dan surat kabar gosip menyukai sesama jenis. Jung Tae-Woo dan manager nya yang mendengar berita tersebut merasa takut rumor tersebut akan mempengaruhi penjualan albumnya nanti. Pada awalnya manager Jung Tae-Woo menyarankan agar ia memperkenalkan seorang wanita yang dianggap kekasihnya, tetapi karena Jung Tae-Woo tidak memiliki kekasih sang manager pun menyarankan agar ia mencari kekasih sewaan. Tentu saja sang manager tidak serius akan sarannya itu. Tetapi ketika Jung Tae-Woo bertemu dengan Sandy alias Han Soon Hee niat untuk memiliki kekasih pura-pura pun ia lakukan.

"aku hanya ingin memintamu berfoto denganku sebagai pacar", kata Jung Tae-Woo pada gadis dihadapannya
Sandy mengangkat wajahnya dan menatap laki-laki itu, lalu berkata "baiklah asalkan wajah ku tidak terlihat"

Sandy berharap ia tidak menyesali keputusannya terlibat dengan Jung Tae-Woo. Hari-hari dengan Jung Tae-Woo pun dimulai, pemotretan yang dilakukan oleh sang manager untuk menepis gosip itu pun dilakukan, dengan wajah Sandy yang tidak terlihat membuat public menjadi penasaran. Perubahan rasa itu pun ada. Namun kedua nya tidak menyadari kebenaran kisah empat tahun yang lalu sedang mengejar dan membayangi mereka.

Cerita yang menarik, lucu dan membuat penasaran dari halaman ke halaman membuat para pembacanya tak ingin berhenti untuk membaca. Bagi anda yang suka dengan cerita-cerita yang ringan dan menarik, buku ini cocok untuk mengisi waktu luang anda. Selain Summer In Seoul ada juga Autumn In Paris, Winter In Tokyo, juga Spring In London. Semuanya ditulis oleh penulis yang sama, dan meskipun bukan cerita bersambung antara buku yang satu dan yang lainnya memiliki keterkaitan

Penasaran dengan ceritanya?, silahkan anda baca semua
Selamat membaca ^_^

Episode Andrea Hirata

Mungkin sudah ada sebagian dari kita yang tidak asing lagi dengan foto yang ada si samping kiri ini. Foto itu adalah foto Andrea Hirata. Seorang penulis Indonesia kelahiran Belitong--yang sekarang adalah Bangka Belitung--yang memiliki karya yang luar  biasa. Tetralogi Laskar Pelangi--Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Edensor dan Maryamah Karpov--adalah salah satu karya yang sangat fenomenal, sebuah karya yang banyak memberikan inspirasi kepada setiap pembacanya, termasuk saya. Jika saya ditanya "kata apa yang cocok untuk seorang Andrea Hirata" maka saya akan memilih kata "cerdas". Menurut saya Andrea adalah seorang penulis yang cerdas, cerdas dalam memainkan dan memasukkan kata-kata ilmiah, cerdas dalam mengolah alur cerita dan cerdas dalam memainkan emosi pembaca. Saya masih ingat betul bagaimana seorang Andrea apik dalam menjelaskan nama-nama ilmiah dari pohon,  buah, bunga juga burung-burung yang selalu menghiasi cerita Laskar Pelangi. Tak ketinggalan Isaac Newton, Aristoteles bahkan Rhoma Irama pun ada disana, adapula fisikawan yang bernama Christian Huygens yang saya yakin tidak semua orang mengenalnya. Ketika saya membaca buku Laskar Pelangi yang saya rasakan adalah "hei...betapa bodohnya saya", banyak sekali ilmu baru dan istilah-istilah baru yang saya dapat dari buku tetralogi ini. Saya juga tak lupa akan kepiawaian nya dalam menjelaskan teori fisika tentang sebuah teori optik. Dia pasti pernah melakukannya, karena andai saja dia tak penah melakukannya tak mungkin dia sefasih itu menjelaskan tentang teori optik. Saya tak mengerti itu tapi Andrea dengan penjelasannya membuat saya sedikit mengerti.

Membaca Laskar Pelangi membuat saya berdecak kagum akan kecerdasan penulisnya, gaya bahasa yang tidak kaku dan pendeskripsian yang kuat akan karakter dari masing-masing tokoh membuat saya mengenal mereka. Sebuah bacaan yang sangat inspiratif yang mengajarkan kepada kita tentang kemauan untuk belajar, kemauan untuk berusaha dan kemauan untuk maju. Dalam setiap novel nya Andrea juga tak lupa menyelipkan cerita-cerita lucu yang membuat saya tersenyum dan tertawa, guyonan-guyonan khas Belitong yang membuat karya nya semakin kaya.

Aqil Barraq Badruddin adalah ternyata nama dari seorang Andrea. Itu saya ketahui setelah saya membaca buku ke-3--dengan judul Edensor--dari tetralogi Laskap Pelangi. Saya tidak tahu apakah itu benar atau hanya sebuah cerita fiktif yang dikarang Andrea, tapi saya meyakininya. Dalam cerita tersbut diceritakan orang tua Andrea berharap ketika ia dewasa ia akan menjadi anak yang sholeh dan tidak akan melakukan hal-hal yang tidak masuk akal dalam hidupnya. Namun seiring berjalannya waktu ternyata nama itu tak sesuai dengan prilaku Andrea yang nakalnya sering membuat banyak orang jengkel dan ayahnya kesal. Ayahnya menyadari bahwa nama Aqil Barraq Badruddin terlalu berat untuk anaknya, maka dari itu ia mencari nama yang cocok untuk anaknya yang satu ini. Sudah banyak nama yang diberikan untuk Andrea tapi tetap saja ia selalu membuat onar. Akhirnya ayahnya pun menyerah dan menyerahkan penggantian nama tersebut ke anaknya sendiri. Dan anaknya pun menemukan nama yang dia inginkan, nama itu dia dapat dari sebuah majalah usang dimana didalamnya ada sebuah berita tentang seorang polisi yang dibuat repot oleh seorang wanita yang memanjat tiang telepon dan mengancam akan terjun jika Elvis Presley tidak membalas suratnya. Cerita yang aneh tapi dari situlah akhirnya ia memakai nama Andrea hingga sekarang--benar atau tidak hanya Andrea yang tahu.

Saya menyukai semua karya Andrea Hirata, buku Laskar Pelangi yang saya punya telah dibubuhi tanda tangan penulisnya. Kalian tahu bagaimana rasanya ketika buku yang kalian baca mendapat tanda tangan dari penulisnya? amboi rasanya. Tak bisa diungkapkan. Ada rasa haru, kebanggaan dan rasa memiliki  yang begitu kuat ketika kita--khususnya saya--mendapat tanda tangan dari penulis buku yang kita baca. Saya menyukai Andrea Hirata, menyukai karya-karyanya dan kagum akan pribadinya. Saya masih ingat ketika saya melihat dia disebuah mall dikawasan Depok pada acara jumpa fans--atau semacamnya, saya lupa nama acara itu--antara Andrea dengan para pembacanya, sayang saat itu saya tidak membawa buku-bukunya karena saya tidak tahu ada acara itu. Saya hanya bisa melihatnya dari jauh. Meskipun peluh membasahi tubuhnya ia tetap ramah dan memberikan senyuman kepada setiap pembaca yang meminta tanda tangan dan berfoto bersama. Senyum khas seorang Andrea.

Tak hanya bukunya yang fenomenal, film dari Laskar Pelangi pun mendapat sambutan yang luar biasa dari masyarakat--lebih dari 4 juta orang menontonnya. Sebuah film dari sutradara muda yang sangat berbakat Riri Riza. Saya menonton filmnya ketika perusahaan tempat saya bekerja mengadakan nonton bareng film tersebut, dan Andrea pun datang di acara itu. Kalian tahu...diacara itulah saya menghampiri dan meminta tanda tangan Andrea Hirata dan untuk pertama kalinya saya melihatnya dari dekat. Ya Tuhannn...saya mendapatkan tanda tangannya. Banyak mata tertuju pada saya, entah karena mereka iri atau aneh yang melihat saya datang tiba-tiba menghampirinya dan meminta tanda tangannya. Entahlah saya tidak mempedulikannya.

Kabar yang saya dengar buku tetralogi Laskar Pelangi telah diterjemahkan dalam beberapa bahasa, sebuah prestasi  yang sangat membanggakan bagi dunia sastra Indonesia khususnya Andrea Hirata sendiri. Buku tersebut kabarnya akan diterbitkan di Amerika, Jerman, Prancis, Korea serta beberapa negara Asia dan Eropa lainnya. Tak dipungkiri hal ini membuat Andrea Hirata sejajar dengan novelis-novelis dunia. Bukunya mampu menjangkau semua kalangan, mulai dari pelajar sampai seorang profesor sekalipun. Novel Andrea setelah tetralogi Laskar Pelangi adalah dwilogi Padang Bulan. Saya belum sempat membacanya meskipun sebenarnya buku itu ada ditanggan saya sejak Agustus 2010, sebuah pemberian dari seorang sahabat.

Andrea Hirata lulus cum laude dari program post graduate di Sheffield Hallam University, Unaited Kingdom melalui beasiswa Uni Eropa. Ia sempat menjalani riset di Gronongen, Holland dan Sorbonne, Paris. Tesis Andrea dibidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut. Tesis itu telah diadaptasi dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi yang pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Ia pernah bekerja disebuah institusi keuangan di London dan diperusahaan telekomunikasi milik negara di Indonesia. Saat ini Andrea lebih banyak tinggal di Belitong bersama kedua orang tua nya, namun lebih banyak melewatkan waktu dipinggir sungai ditepi kampung, tanpa jaringan telepon, tanpa internet dan tanpa listrik--hmm...bisakah saya hidup seperti itu?

Tak kan habis kata dan cerita dari seorang Andrea Hirata, tak kan bosan menceritakan karyanya yang sangat inspiratif bagi semua orang.

Sebuah karya yang cerdas dari seorang yang cerdas, Andrea Hirata

Episode Doa yang paling memaksa

Ini bukan judul dari sebuah film yang akan tayang di bioskop 21, tapi ini adalah sebuah email yang saya terima beberapa tahun yang lalu, iseng-iseng saya membaca kembali inbox email saya dan dapatlah email ini. Ketika saya membacanya, saya tergelitik untuk menulisnya disini. Ini tentang doa dari seorang hamba yang menginginkan seorang jodoh --sungguh ini bukan doa saya--

Begini isi doa nya

Tuhan,
Seandainya dia memang jodohku 
maka dekatkanlah
Tapi kalau dia bukan jodohku maka jodohkanlah
Jika dia tidak berjodoh denganku
maka jadikanlah kami jodoh
Jika dia bukan jodohku
jangan sampai dia dapat jodoh yang lain selain aku
Kalau dia tidak bisa dijodohkan denganku
jangan sampai dia dapat jodoh yang lain
biarkan dia tidak berjodoh sama seperti diriku
Dan saat dia telah tidak memiliki jodoh
jodohkanlah kami kembali
Kalau dia jodoh orang lain
maka putuskanlah!
jodohkan lah ia dengan ku
Jika dia tetap menjadi jodoh orang lain
biarkanlah orang itu bertemu jodoh dengan yang lain
dan kemudian jodohkanlah kembali dia dengan ku

Tertawa geli ketika saya membacanya, apa mungkin Tuhan akan mengabulkan doa semacam itu. Hmm...tapi jika ada yang mau mencobanya silahkan saja.

Sebagai seorang hamba, kita sah-sah saja untuk berdoa dan meminta kepada Sang Pencipta, tetapi perlu di ingat kadang doa yang kita ucapkan tidak semuanya terkabul. Ada pula yang ditunda terlebih dahulu, menunggu waktu yang tepat untuk dikabulkan. Jika doa kita tidak terkabul bukan berarti Tuhan tidak sayang kepada kita, mungkin apa yang kita pinta bukan hal baik untuk kita atau mungkin bahasa yang kita ucapkan pada saat berdoa kurang santun. Untuk meminta kepada manusia saja kita harus menggunakan bahasa  yang sopan dan santun apalagi meminta kepada Tuhan Sang Pemilik Raga.

Dalam agama saya--islam--ada waktu-waktu dan tempat-tempat yang baik untuk berdoa. Bukan berarti tidak bisa berdoa kapanpun dan dimanapun, tetapi di waktu-waktu dan di tempat-tempat itulah doa kita akan lebih mudah di kabulkan oleh Allah. Untuk saat ini saya tidak akan membahas tentang hal tersebut, mungkin lain kali akan saya coba. 

Allah pernah berfirman "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Ku kabulkan", sebuah janji yang mutlak yang tidak mungkin diingkari Allah SWT
Jadi berdoalah kepada Nya, dengan bahasa yang santun dan suara yang lembut 
Semoga Allah mengabulkan doa kita dan selalu memberikan yang terbaik untuk kita, Amin..

Episode Andai waktu bisa kembali

Apa yang anda lakukan jika hal itu terjadi?, memperbaiki kesalahankah atau membuat semuanya yang sudah baik menjadi lebih baik tanpa cela. Andai waktu bisa kembali pasti tak akan ada yang di sesali. Tak akan ada tangis kesedihan ataupun umpatan penyesalan, dan seandainya waktu kembali akan saya gunakan untuk memperbaiki kesalahan atas ucapan yang terlanjur terucap.

Tapi waktu tak bisa kembali, dia terus berjalan, terus bergerak bahkan berlari. Tak kan pernah berhenti dan tak kan pernah berjalan mundur. Dia terus bergerak melangkah meninggalkan semuanya tanpa peduli akan hingar bingar kehidupan. Waktu tak mau berkompromi dengan apapun dan dengan siapapun. Berjalan angkuh tak menghiraukan teriakan ataupun tangis kesedihan. Kalian tahu...waktu lah yang menundukkan para raja, lihatlah majapahit, sriwijaya juga samudra pasai, semuanya terhempas oleh waktu, waktu pula yang meratakan gunung-gunung yang menjulang tinggi, membuat daratan menjadi lautan dan membuat lautan menjadi daratan. Dan tahu kah kalian kadang waktu bisa menjadi obat yang paling mujarab bagi seseorang

Saya tahu Tuhan menciptakan waktu agar kita bisa menggunakannya dengan baik. Mempergunakannya untuk mendapatkan bekal yang cukup, bekal untuk perjalanan kita yang lebih panjang. Bekal yang bisa kita cari dengan cara berbuat baik dengan saling berbagi kasih dan menjaga lisan. Kadang kita lupa dengan lisan yang kita ucapkan, lupa bahwa kata yang terucap tak kan bisa dikoreksi dan dihapus. Entah sudah berapa banyak hati yang tersakiti karena kalimat ataupun kata yang terucap

Sadar ataupun tidak kita pernah menyakiti hati orang lain. Siapa sangka bibir kecil nan mungil ini pernah menusuk bahkan mencabik-cabik hati orang lain. Siapa sangka lidah yang panjangnya hanya beberapa sentimeter bisa membuat luka, luka yang perihnya lebih dari apapun.

Tapi waktu tak kan pernah bisa terulang, saya hanya berharap Tuhan memberikan saya kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang saya lakukan. Satu kesempatan untuk bertemu dengan seseorang dan  mengucap satu kata "maaf"

Semoga Tuhan memberikan kesempatan itu, Amin...






Episode Dear Diary

Mungkin salah satu dari anda penah menulis kalimat seperti itu disebuah buku. Buku yang oleh sebagian orang sengaja ditulis untuk menceritakan peristiwa yang terjadi pada si empu-nya. Sebuah buku yang menyimpan banyak rahasia dari sang pemiliknya. Tak terkecuali saya.

Saya salah satu orang yang melakukannya, tepatnya ketika saya masih SMA. Saya lupa kapan terakhir saya menulis nya, mungkin satu atau dua tahun yang lalu. Kegiatan yang saya lakukan membuat saya lupa akan teman saya yang satu ini. Saya tidak tahu dengan alasan apa saya suka melakukannya. Mungkin karena diary tidak pernah mengkhianati saya, dia tidak pernah membocorkan rahasia saya kepada siapapun, juga tak pernah menatap saya dengan tatapan penuh selidik. Yang pasti ketika saya menulis semuanya mengalir secara alami,  mengalir seperti air yang jatuh dari tebing menuju dasar sungai. Tidak ada penghalang dan tidak pula dihalangi
Menulis membuat saya merasa bebas. Bebas untuk berkata dan bebas untuk bicara. Ada sebuah kenikmatan tersendiri didalamnya. Kenikmatan yang entah dengan apa bisa saya gambarkan

Kadang ketika saya membaca kembali saya bisa melihat siapa diri saya dimasa lalu. Sejauh mana kedewasaan saya menghadapi dan menyikapi sebuah masalah. Diary bisa membuat saya belajar dan mengintrospeksi diri saya. Tak jarang ketika saya membaca kembali dtulisan yang saya tulis membuat saya tersenyum dan berucap dalam hati "ya...ampun, cupu banget ya dulu" atau membuat saya tersenyum tipis dan berucap "oh...ternyata aku pernah naksir sama cowo itu ya" hehe...lucu memang tapi itu adalah bagian dari hidup saya yang harus saya terima, menertawakan diri sendiri adalah cara jitu untuk menghilangkan stres dan kepenatan. Mengasyikkan memang menulis diary, tak ubahnya seperti blog yang saya buat ini. Blog ini mungkin sebagai pengganti diary yang telah saya hanguskan beberapa tahun yang lalu, tapi jangan harap saya akan bercerita banyak tentang kehidupan pribadi saya disini, karena ini bukanlah diary kesayangan saya.

Saya sadar diary hanyalah sebuah benda mati. Sebuah "tong sampah" yang selalu mau menerima setiap keluhan juga rengekkan saya. Dia siap mendengarkan tetapi tidak memberikan solusi. Berbeda ketika saya bercerita kepada teman atau sahabat. Ada jalan keluar didalam nya, minimal ada sebuah kalimat pembangun jiwa untuk menghadapi sebuah masalah. Dan setidak-tidaknya saya merasa lega karena beban itu telah saya bagi kepada mereka dan yang pasti ada senyum disana, sebuah senyum yang mengatakan bahwa semua akan baik-baik saja.

Terima kasih kepada semua teman dan sahabat yang mau mendengarkan sedikit celoteh, ocehan, ataupun keluhar saya. Terima kasih karena telah berbagi, tak hanya berbagi kesedihan tapi juga berbagi kebahagiaan kepada saya

Teruntuk
Sahabat-sahabatku yang terkasih


Episode Buku Favorit

Buku apa yang terakhir anda baca?, jika pertanyaan itu anda lontarkan ke saya maka jawabannya adalah "Burlian". Buku karangan Tere-liya yang dirilis tahun 2009.  Buku ini saya beli tanggal 01 Januari 2010, tepat ditahun baru. Sebenarnya buku ini sudah lama berada di rak buku, tapi saya baru sempat membacanya. Kalian tahu kalimat apa yang ada di dua halaman terakhir, begini kalimatnya "Jika kalian ingin tahu, besok lusa aku akan ceritakan bagian ini di buku yang berbeda", bah...macam mana pula mas darwis nih (Darwis adalah nama asli dari Tere-liye), membuat saya penasaran saja. Saya menyukai tulisan Tere-liye karena menurut saya karya-karya beliau selalu dalam kesederhanaan (setidaknya dari beberapa buku yang saya baca semuanya dikemas secara sederhana), sebuah cerita yang sederhana tapi memiliki makna yang luar biasa. Ada pelajaran yang bisa saya tangkap ketika saya membaca buku karangan beliau. Saya masih ingat ketika saya membaca buku karangan beliau dengan judul "Hafalan Sholat Delisa", sebuah buku yang mengajarkan kepada saya bagaimana mensyukuri sebuah kehidupan dan tetap tersenyum dalam keadaan apapun. Sebuah buku yang mengingatkan saya tentang apapun yang saya lakukan haruslah diniatkan karena Allah, bukan karena orang lain atau mengharapkan sesuatu. Sebuah buku yang menceritakan ketegaran seorang anak berusia 7 tahun  (7 atau 6 saya lupa :D) yang ditinggal oleh ibu dan saudara-saudaranya karena terhempas  badai tsunami di Aceh. Novel tersebut mungkin terinspirasi dari kejadian tsunami Aceh tahun 2005. Sebuah buku yang membuat saya bercucuran air mata, tapi sungguh...saya menangis ketika membacanya. Entah karena memang saya terlalu melankolis atau karena isi cerita yang membuat saya haru, yang pasti "Hafalan Sholat Delisa" menjadi buku favorit saya. Dan kabarnya buku ini sedang dalam proses pembuatan film, saya penasaran dengan filmnya, apakah filmnya akan menguras air mata saya juga?, hmm...tak sabar saya melihatnya

Awalnya saya memang tidak suka membaca, dulu menurut saya membaca itu membosankan, hobi yang tidak menarik. Tapi pandangan saya berubah ketika seorang sahabat meminjamkan saya sebuah buku. Saya tertarik untuk membacanya dan ternyata membaca itu mengasyikkan. Saya bisa tahu mengenai sebuah tempat yang belum saya kunjungi dari gambaran yang digambarkan oleh sang penulis, seolah-olah saya berada didalamnya. Begitulah awal perkenalan saya dengan buku. Dan buku itu adalah "Ayat-Ayat Cinta", sebuah karya dari seorang Habiburrahman el-Shirazy.  Saya menyukai buku nya tapi tidak dengan filmnya. Menurut saya apa yang diceritakan di film terlalu berlebihan. Kecewa pasti, tapi saya menghargai karya anak negeri. Tak gampang membuat sebuah karya.

Buku kedua yang menjadi favorit saya adalah "5 cm", sebuah buku yang di rilis tahun 2005, buah karya Donny Dhirgantoro. Sebuah buku yang menceritakan tentang sebuah persahabatan. Pesahabatan yang tidak memberi syarat, persahabatan yang saling memberi semangat satu sama lain. Sebuah cerita yang memberikan saya  pelajaran tentang persahabatan dan sebuah cita-cita. Jika kita sudah memiliki niat maka tanamkanlah dalam hati dan alam bawah sadar kita akan menggiring kita untuk mencapai tujuan tersebut. Itulah yang bisa saya ambil dari buku ini. Kabarnya film 5 cm akan dibuat, tak sabar saya melihatnya dan semoga filmnya tidak mengecewakan.
Buku favorit saya yang selanjutnya adalah "Negeri 5 Menara", buah  karya anak pesantren yang di rilis tahun 2009. Sebuah karya yang terinspirasi dari kisah nyata sang penulis A. Fuadi. Dalam novel ini saya bisa sedikit tahu tentang kehidupan dan pendidikan dipesantren. Penulis menggambarkan secara detail tentang kehidupan disana. Sebuah ungkapan "Man Jadda Wa Jadda" yang mempunyai arti kurang lebih "barang siapa yang bersungguh-sungguh dia akan mendapatkannya" membuat saya terinspirasi. Membaca novel ini membuat saya tersenyum simpul dan di akhir halaman akhirnya saya berkata "novel yang luar biasa"

Itu lah sedikit cerita tentang novel favorit saya, mungkin akan terus bertambah seiring  dengan banyaknya buku yang saya baca. Ada banyak daftar buku yang akan saya baca. Jika sempat akan saya ceritakan disini.

ah...kau tahu, saat saya menulis ini saya sedang mendengarkan Ost. Princes Hours, sebuah drama korea yang semua orang pasti suka (hmm...tidak semua, tapi mungkin sebagian orang terutama kaum hawa). Saya tidak mengerti arti dari lagu ini, tapi saya menikmatinya. Seperti kata orang musik mempersatukan semua nya dan sepertinya menyenangkan jika bisa mengerti sedikit bahasa korea, kamsahamnida ^_^

Episode Kapan nikah?

Kapan nikah?, mungkin pertanyaan ini yang sering ditanyakan kepada mereka yang belum menikah disaat usia mereka menginjak 23 tahun keatas.  Pertanyaan ini bahkan menjadi beban jikadatangnya dari orang tua.  Belum lagi ketika ada teman atau kerabat yang mengadakan pesta pernikahan, pasti akan ada pertanyaan "kapan nyusul? atau "ko calonnya ga di ajak?" atau pertanyaan "kapan nih nyebar undangan?".  Untuk sebagian dari mereka pertanyaan ini sebenarnya memberatkan atau malah membuat sedih, bukan sedih karena mereka belum menikah tetapi sedih karena memikirkan keinginan keluarga terutama orang tua yang menginginkan anaknya segera menikah, tapi banyak pula yang dari mereka yang menanggapi pertanyaan tersebut dengan santai, jika ada pertanyaan

"kapan nyusul?"
dengan senyum mereka menjawab
"Insya Allah taun depan" (kalau pertanyaannya di ajukan bln desember)
atau pertanyaan
"ko calonnya ga diajak?"
dengan gaya sok punya pasangan mereka menjawab
"iya orangnya lagi sibuk nguras samudra pasifik"
dan untuk pertanyaan
"kapan nih nyebar undangan?"
mungkin ada yang menjawab seperti ini
"undangan sih udah ada cuma orang percetakannya bingung soalnya nama calon mempelai pria nya selalu di tipex hehe..."

Seorang teman atau sahabat yang baik mungkin pernah berkata " udah jangan pilih-pilih lah..."
lha...ya piye toh mba yu, kami--perempuan yang belum menikah--bukan mencari seorang tukang kebun yang hanya dengan persyaratan bisa memotong rumput langsung di terima, tapi kami mencari seorang laki-laki untuk di jadikan seorang suami.  Seorang laki-laki yang bisa menjadi imam dan yang mau bertanggungjawab atas kami didunia maupun diakhirat--serem ya bawa-bawa akhirat--tapi itulah semua perempuan pasti mencari yang seperti itu.  Pada saat seseorang memutuskan untuk menikah dengan si A dan bukan dengan si B, dia sudah melakukan pilihan, begitu juga pada saat seseorang memutuskan untuk menikah dengan laki-laki/perempuan yang memiliki iman yang sama, itupun juga merupakan proses memilih. Jadi siapa bilang jangan pilih-pilih.

Disebuah pertemuan keluarga mungkin ada paman atau bibi yang berkata "jangan lama-lama, nanti keburu kiamat".  haduh...siapa juga yang mau lama-lama, kalaupun akhirnya kiamat itu datangnya sebelum kita menikah insya Allah kita akan dipertemukan dengan bidadari disurga (amin...ya Allah masuk surga)

"udah buruan deh married jangan kejar karir terus"
Lha...siapa yang kerjar karir, kita ngejar gajinya (gubrak...)

Menikah itu butuh dana, tapi bukan berarti orientasi kita adalah uang (ga nikah-nikah dong kalau nunggu uangnya cukup coz manusia pasti ga akan pernah merasa cukup), tapi setidak-tidaknya kita punya uang untuk bayar penghulu, dan minimal ada aqua plus kue cucur untuk tamu yang datang, ga mau kan menyusahkan orang tua lagi. Orang tua pasti akan membantu, tetapi bagi mereka yang kehidupannya pas-pasan seperti saya orang tua mungkin hanya bisa membantu semampu mereka

Intinya sih jangan sampai salah memilih. Ga mau kan kaya si fulan yang setelah dua tahun pernikahannya mengatakan "kayanya gw ga bahagia deh dengan pernikahan gw"...waw...gampang banget ngomong itu.

Jodoh mu adalah cerminan dari dirimu, jika kita menginginkan pasangan yang berkualitas maka kualitaskanlah dan pantaskanlah diri kita untuknya.  Insya Allah sang pemberi cinta akan memilihkan jodoh yang pantas untuk kita.  Ingat laki-laki yang baik hanya untuk perempuan yang baik, begitu juga sebaliknya.
Allah menciptakan setiap manusia saling berpasang-pasangan, kita sebagai manusia hanya menunggu waktu yang tepat dan yakinlah bahwa semua akan indah pada waktu nya   ^_^

Episode Cinta Laki-laki Biasa

Ini adalah sebuah karya dari seorang Asma Nadia, saya menyukai cerita ini, ini lah cinta yang sesungguhnya, rasa cinta, kasih dan sayang yang tak pudar oleh keadaan


Menjelang hari H, Nania masih sukar mengungkapkan alasan kenapa dia mau menikah dengan lelaki itu. Setelah melihat ke belakang, hari-hari yang dilalui, gadis cantik itu sadar, keheranan yang terjadi bukan semata miliknya, melainkan menjadi milik banyak orang; Papa dan Mama, kakak-kakak, tetangga, dan teman-teman Nania. Mereka ternyata sama herannya.

“Kenapa?” tanya mereka di hari Nania mengantarkan surat undangan.
Saat itu teman-teman baik Nania sedang duduk di kantin menikmati hari-hari sidang yang baru saja berlalu. Suasana sore di kampus sepi. Berpasang-pasang mata tertuju pada gadis itu. Tiba-tiba saja pipi Nania bersemu merah, lalu matanya berpijar bagaikan lampu neon lima belas watt. Hatinya sibuk merangkai kata-kata yang barangkali beterbangan di otak melebihi kapasitas. Mulut Nania terbuka. Semua menunggu. Tapi tak ada apapun yang keluar dari sana. Ia hanya menarik nafas, mencoba bicara dan menyadari, dia tak punya kata-kata!

Dulu gadis berwajah indo itu mengira punya banyak jawaban, alasan detil dan spesifik, kenapa bersedia menikah dengan laki-laki itu. Tapi kejadian di kampus adalah kali kedua Nania yang pintar berbicara mendadak gagap. Yang pertama terjadi tiga bulan lalu saat Nania menyampaikan keinginan Rafli untuk melamarnya. Arisan keluarga Nania dianggap momen yang tepat karena semua berkumpul, bahkan hingga generasi ketiga, sebab kakak-kakaknya yang sudah berkeluarga membawa serta buntut mereka.
“Kamu pasti bercanda!”. Nania kaget. Tapi melihat senyum yang tersungging di wajah kakak tertua, disusul senyum serupa dari kakak nomor dua, tiga, dan terakhir dari Papa dan Mama membuat Nania menyimpulkan: mereka serius ketika mengira Nania bercanda.
Suasana sekonyong-konyong hening. Bahkan keponakan-keponakan Nania yang balita melongo dengan gigi-gigi mereka yang ompong. Semua menatap Nania!

“Nania serius!” tegasnya sambil menebak-nebak, apa lucunya jika Rafli memang melamarnya. 
“Tidak ada yang lucu,” suara Papa tegas, 
“Papa hanya tidak mengira Rafli berani melamar anak Papa yang paling cantik!” Nania tersenyum. 
Sedikit lega karena kalimat Papa barusan adalah pertanda baik. Perkiraan Nania tidak sepenuhnya benar sebab setelah itu berpasang-pasang mata kembali menghujaninya, seperti tatapan mata penuh selidik seisi ruang pengadilan pada tertuduh yang duduk layaknya pesakitan.
“Tapi Nania tidak serius dengan Rafli, kan?” Mama mengambil inisiatif bicara, masih seperti biasa dengan nada penuh wibawa.
“Maksud Mama siapa saja boleh datang melamar siapapun, tapi jawabannya tidak harus iya, toh?”
Nania terkesima “Kenapa?”
Sebab kamu gadis Papa yang paling cantik. Sebab kamu paling berprestasi dibandingkan kami. Mulai dari ajang busana, sampai lomba beladiri. Kamu juga juara debat bahasa Inggris, juara baca puisi seprovinsi. Suaramu bagus! Sebab masa depanmu cerah. Sebentar lagi kamu meraih gelar insinyur.
Bakatmu yang lain pun luar biasa. Nania sayang, kamu bisa mendapatkan laki-laki manapun yang kamu mau!
Nania memandangi mereka, orang-orang yang amat dia kasihi, Papa, kakak-kakak, dan terakhir Mama. Takjub dengan rentetan panjang uraian mereka atau satu kata ‘kenapa’ yang barusan Nania lontarkan.

“Nania Cuma mau Rafli,” sahutnya pendek dengan airmata mengambang di kelopak.
Hari itu dia tahu, keluarganya bukan sekadar tidak suka, melainkan sangat tidak menyukai Rafli. Ketidaksukaan yang mencapai stadium empat.Parah. 
“Tapi kenapa?” 
Sebab Rafli cuma laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa. Bergantian tiga saudara tua Nania mencoba membuka matanya.
“Tak ada yang bisa dilihat pada dia, Nania!”
Cukup! Nania menjadi marah. Tidak pada tempatnya ukuran-ukuran duniawi menjadi parameter kebaikan seseorang menjadi manusia. Di mana iman, di mana tawakkal hingga begitu mudah menentukan masa depan seseorang dengan melihat pencapaiannya hari ini?
Sayangnya Nania lagi-lagi gagal membuka mulut dan membela Rafli.
Barangkali karena Nania memang tidak tahu bagaimana harus membelanya.
Gadis itu tak punya fakta dan data konkret yang bisa membuat Rafli tampak ‘luar biasa’. Nania Cuma punya idealisme berdasarkan perasaan yang telah menuntun Nania menapaki hidup hingga umur duapuluh tiga. Dan nalurinya menerima Rafli. Disampingnya Nania bahagia. Mereka akhirnya menikah.
Setahun pernikahan.
Orang-orang masih sering menanyakan hal itu, masih sering berbisik-bisik di belakang Nania, apa sebenarnya yang dia lihat dari Rafli. Jeleknya, Nania masih belum mampu juga menjelaskan kelebihan-kelebihan Rafli agar tampak di mata mereka.
Nania hanya merasakan cinta begitu besar dari Rafli, begitu besar hingga Nania bisa merasakannya hanya dari sentuhan tangan, tatapan mata, atau cara dia meladeni Nania. Hal-hal sederhana yang membuat perempuan itu sangat bahagia.
“Tidak ada lelaki yang bisa mencintai sebesar cinta Rafli pada Nania.”
Nada suara Nania tegas, mantap, tanpa keraguan.
Ketiga saudara Nania hanya memandang lekat, mata mereka terlihat tak percaya.
”Nia, siapapun akan mudah mencintai gadis secantikmu!”
“Kamu adik kami yang tak hanya cantik, tapi juga pintar!”
“Betul. Kamu adik kami yang cantik, pintar, dan punya kehidupan sukses!”.
Nania merasa lidahnya kelu. Hatinya siap memprotes. Dan kali inidilakukannya sungguh-sungguh. Mereka tak boleh meremehkan Rafli. Beberapa lama keempat adik dan kakak itu beradu argumen.
Tapi Rafli juga tidak jelek, Kak!.Betul. Tapi dia juga tidak ganteng kan?
Rafli juga pintar!.Tidak sepintarmu, Nania.
Rafli juga sukses, pekerjaannya lumayan.
Hanya lumayan, Nania. Bukan sukses. Tidak sepertimu.
Seolah tak ada apapun yang bisa meyakinkan kakak-kakaknya, bahwa adik mereka beruntung mendapatkan suami seperti Rafli. Lagi-lagi percuma.

“Lihat hidupmu, Nania. Lalu lihat Rafli! Kamu sukses, mapan, kamu bahkan tidak perlu lelaki untuk menghidupimu.”

Teganya kakak-kakak Nania mengatakan itu semua. Padahal adik mereka sudah menikah dan sebentar lagi punya anak. Ketika lima tahun pernikahan berlalu, ocehan itu tak juga berhenti. Padahal Nania dan Rafli sudah memiliki dua orang anak, satu lelaki dan satu perempuan. Keduanya menggemaskan. Rafli bekerja lebih rajin setelah mereka memiliki anak-anak. Padahal itu tidak perlu sebab gaji Nania lebih dari cukup untuk hidup senang.

“Tak apa,” kata lelaki itu, ketika Nania memintanya untuk tidak terlalu memforsir diri.
“Gaji Nania cukup, maksud Nania jika digabungkan dengan gaji Abang.”
Nania tak bermaksud menyinggung hati lelaki itu. Tapi dia tak perlu khawatir sebab suaminya yang berjiwa besar selalu bisa menangkap hanya maksud baik.
“Sebaiknya Nania tabungkan saja, untuk jaga-jaga. Ya?”
Lalu dia mengelus pipi Nania dan mendaratkan kecupan lembut. Saat itu sesuatu seperti kejutan listrik menyentakkan otak dan membuat pikiran Nania cerah. Inilah hidup yang diimpikan banyak orang. Bahagia!

Pertanyaan kenapa dia menikahi laki-laki biasa, dari keluarga biasa, dengan pendidikan biasa, berpenampilan biasa, dengan pekerjaan dan gaji yang amat sangat biasa, tak lagi mengusik perasaan Nania. Sebab ketika bahagia, alasan-alasan menjadi tidak penting.

Menginjak tahun ketujuh pernikahan, posisi Nania di kantor semakin gemilang, uang mengalir begitu mudah, rumah Nania besar, anak-anak pintar dan lucu, dan Nania memiliki suami terbaik di dunia. Hidup perempuan itu berada di puncak!
Bisik-bisik masih terdengar, setiap Nania dan Rafli melintas dan bergandengan mesra. Bisik orang-orang di kantor, bisik tetangga kanan dan kiri, bisik saudara-saudara Nania, bisik Papa dan Mama.
Sungguh beruntung suaminya. Istrinya cantik.
Cantik ya? dan kaya!.Tak imbang! Dulu bisik-bisik itu membuatnya frustrasi. Sekarang pun masih, tapi Nania belajar untuk bersikap cuek tidak peduli. Toh dia hidup dengan perasaan bahagia yang kian membukit dari hari ke hari.

Tahun kesepuluh pernikahan, hidup Nania masih belum bergeser dari puncak.Anak-anak semakin besar. Nania mengandung yang ketiga. Selama kurun waktu itu, tak sekalipun Rafli melukai hati Nania, atau membuat Nania menangis. Bayi yang dikandung Nania tidak juga mau keluar. 
Sudah lewat dua minggu dari waktunya.

“Plasenta kamu sudah berbintik-bintik. Sudah tua, Nania. Harus segera dikeluarkan!”.Mula-mula dokter kandungan langganan Nania memasukkan sejenis obat ke dalam rahim Nania. Obat itu akan menimbulkan kontraksi hebat hingga perempuan itu merasakan sakit yang teramat sangat. Jika semuanya normal, hanya dalam hitungan jam, mereka akan segera melihat si kecil. Rafli tidak beranjak dari sisi tempat tidur Nania di rumah sakit. Hanya waktu-waktu shalat lelaki itu meninggalkannya sebentar ke kamar mandi, dan menunaikan shalat di sisi tempat tidur. Sementara kakak-kakak serta orangtua Nania belum satu pun yang datang Anehnya, meski obat kedua sudah dimasukkan, delapan jam setelah obat pertama, Nania tak menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan. Rasa sakit dan melilit sudah dirasakan Nania per lima menit, lalu tiga menit. Tapi pembukaan berjalan lambat sekali.

“Baru pembukaan satu, belum ada perubahan, Bu.”
“Sudah bertambah sedikit,” kata seorang suster empat jam kemudian menyemaikan harapan.
”Sekarang pembukaan satu lebih sedikit.”

Nania dan Rafli berpandangan. Mereka sepakat suster terakhir yang memeriksa memiliki sense of humor yang tinggi. Tigapuluh jam berlalu. Nania baru pembukaan dua. Ketika pembukaan pecah,didahului keluarnya darah, mereka terlonjak bahagia sebab dulu-dulu kelahiran akan mengikuti setelah ketuban pecah. Perkiraan mereka meleset. 
“Masih pembukaan dua, Pak!”
Rafli tercengang. Cemas. Nania tak bisa menghibur karena rasa sakit yang sudah tak sanggup lagi ditanggungnya. Kondisi perempuan itu makin payah.Sejak pagi tak sesuap nasi pun bisa ditelannya.
“Bang?”.Rafli termangu. Iba hatinya melihat sang istri memperjuangkan dua kehidupan. “Dokter?” .”Kita operasi, Nia. Bayinya mungkin terlilit tali pusar.”
Mungkin?.Rafli dan Nania berpandangan. Kenapa tidak dari tadi kalau begitu?. Bagaimana jika terlambat?
Mereka berpandangan, Nania berusaha mengusir kekhawatiran. Ia senang karena Rafli tidak melepaskan genggaman tangannya hingga ke pintu kamar operasi. Ia tak suka merasa sendiri lebih awal.
Pembiusan dilakukan, Nania digiring ke ruangan serba putih. Sebuah sekat ditaruh di perutnya hingga dia tidak bisa menyaksikan ketrampilan dokter-dokter itu. 

Sebuah lagu dimainkan. Nania merasa berada dalam perahu yang diguncang ombak. Berayun-ayun. Kesadarannya naik-turun. Terakhir, telinga perempuan itu sempat menangkap teriakan-teriakan di sekitarnya, dan langkah-langkah cepat yang bergerak, sebelum kemudian dia tak sadarkan diri.
Kepanikan ada di udara. Bahkan dari luar Rafli bisa menciumnya. Bibir lelaki itu tak berhenti melafalkan zikir.
Seorang dokter keluar, Rafli dan keluarga Nania mendekat.
“Pendarahan hebat.”.Rafli membayangkan sebuah sumber air yang meluap, berwarna merah. Ada varises di mulut rahim yang tidak terdeteksi dan entah bagaimana pecah!

Bayi mereka selamat, tapi Nania dalam kondisi kritis.
Mama Nania yang baru tiba, menangis. Papa termangu lama sekali.
Saudara-saudara Nania menyimpan isak, sambil menenangkan orangtua mereka. Rafli seperti berada dalam atmosfer yang berbeda. Lelaki itu tercenung beberapa saat, ada rasa cemas yang mengalir di pembuluh-pembuluh darahnya dan tak bisa dihentikan, menyebar dan meluas cepat seperti kanker.
Setelah itu adalah hari-hari penuh doa bagi Nania.

Sudah seminggu lebih Nania koma. Selama itu Rafli bolak-balik dari kediamannya ke rumah sakit. Ia harus membagi perhatian bagi Nania dan juga anak-anak. Terutama anggota keluarganya yang baru, si kecil. Bayi itu sungguh menakjubkan, fisiknya sangat kuat, juga daya hisapnya. Tidak sampai empat hari, mereka sudah oleh membawanya pulang. Mama, Papa, dan ketiga saudara Nania terkadang ikut menunggui Nania di rumah sakit, sesekali mereka ke rumah dan melihat perkembangan si kecil. Walau tak banyak, mulai terjadi percakapan antara pihak keluarga Nania dengan Rafli.

Lelaki itu sungguh luar biasa. Ia nyaris tak pernah meninggalkan rumah sakit, kecuali untuk melihat anak-anak di rumah. Syukurnya pihak perusahaan tempat Rafli bekerja mengerti dan memberikan izin penuh.
Toh, dedikasi Rafli terhadap kantor tidak perlu diragukan.
Begitulah Rafli menjaga Nania siang dan malam. Dibawanya sebuah Quran kecil, dibacakannya dekat telinga Nania yang terbaring di ruang ICU. Kadang perawat dan pengunjung lain yang kebetulan menjenguk sanak famili mereka, melihat lelaki dengan penampilan sederhana itu bercakap-cakap dan bercanda mesra.
Rafli percaya meskipun tidak mendengar, Nania bisa merasakan kehadirannya.

“Nania, bangun, Cinta?”
Kata-kata itu dibisikkannya berulang-ulang sambil mencium tangan, pipi dan kening istrinya yang cantik.
Ketika sepuluh hari berlalu, dan pihak keluarga mulai pesimis dan berfikir untuk pasrah, Rafli masih berjuang. Datang setiap hari ke rumah sakit, mengaji dekat Nania sambil menggenggam tangan istrinya mesra. Kadang lelaki itu membawakan buku-buku kesukaan Nania ke rumah sakit dan membacanya dengan suara pelan.
Memberikan tambahan di bagian ini dan itu. Sambil tak bosan-bosannya berbisik, “Nania, bangun, Cinta?”

Malam-malam penantian dilewatkan Rafli dalam sujud dan permohonan. Asalkan Nania sadar, yang lain tak jadi soal. Asalkan dia bisa melihat lagi cahaya di mata kekasihnya, senyum di bibir Nania, semua yang menjadi sumber semangat bagi orang-orang di sekitarnya, bagi Rafli. Rumah mereka tak sama tanpa kehadiran Nania. Anak-anak merindukan ibunya. Di luar itu Rafli tak memedulikan yang lain, tidak wajahnya yang lama tak bercukur, atau badannya yang semakin kurus akibat sering lupa makan.
Ia ingin melihat Nania lagi dan semua antusias perempuan itu di mata, gerak bibir, kernyitan kening, serta gerakan-gerakan kecil lain di wajahnya yang cantik. Nania sudah tidur terlalu lama.

Pada hari ketigapuluh tujuh doa Rafli terjawab. Nania sadar dan wajah penat Rafli adalah yang pertama ditangkap matanya.Seakan telah begitu lama. Rafli menangis, menggenggam tangan Nania dan mendekapkannya ke dadanya, mengucapkan syukur berulang-ulang dengan airmata yang meleleh.
Asalkan Nania sadar, semua tak penting lagi.

Rafli membuktikan kata-kata yang diucapkannya beratus kali dalam doa.
Lelaki biasa itu tak pernah lelah merawat Nania selama sebelas tahun terakhir. Memandikan dan menyuapi Nania, lalu mengantar anak-anak ke sekolah satu per satu. Setiap sore setelah pulang kantor, lelaki itu cepat-cepat menuju rumah dan menggendong Nania ke teras, melihat senja datang sambil memangku Nania seperti remaja belasan tahun yang sedang jatuh cinta.
Ketika malam Rafli mendandani Nania agar cantik sebelum tidur.
Membersihkan wajah pucat perempuan cantik itu, memakaikannya gaun tidur. Ia ingin Nania selalu merasa cantik. Meski seringkali Nania mengatakan itu tak perlu. Bagaimana bisa merasa cantik dalam keadaan lumpuh?. Tapi Rafli dengan upayanya yang terus-menerus dan tak kenal lelah selalu meyakinkan Nania, membuatnya pelan-pelan percaya bahwa dialah perempuan paling cantik dan sempurna di dunia. Setidaknya di mata Rafli.

Setiap hari Minggu Rafli mengajak mereka sekeluarga jalan-jalan keluar.
Selama itu pula dia selalu menyertakan Nania. Belanja, makan di restoran, nonton bioskop, rekreasi ke manapun Nania harus ikut. Anak-anak, seperti juga Rafli, melakukan hal yang sama, selalu melibatkan Nania. Begitu bertahun-tahun.
Awalnya tentu Nania sempat merasa risih dengan pandangan orang-orang di sekitarnya. Mereka semua yang menatapnya iba, lebih-lebih pada Rafli yang berkeringat mendorong kursi roda Nania ke sana kemari. Masih dengan senyum hangat di antara wajahnya yang bermanik keringat.
Lalu berangsur Nania menyadari, mereka, orang-orang yang ditemuinya di jalan, juga tetangga-tetangga, sahabat, dan teman-teman Nania tak puas hanya memberi pandangan iba, namun juga mengomentari, mengoceh, semua berbisik-bisik.
“Baik banget suaminya!”
“Lelaki lain mungkin sudah cari perempuan kedua!”
“Nania beruntung!”
“Ya, memiliki seseorang yang menerima dia apa adanya.”
“Tidak, tidak cuma menerima apa adanya, kalian lihat bagaimana suaminya memandang penuh cinta. Sedikit pun tak pernah bermuka masam!”

Bisik-bisik serupa juga lahir dari kakaknya yang tiga orang, Papa dan Mama.
Bisik-bisik yang serupa dengungan dan sempat membuat Nania makin frustrasi, merasa tak berani, merasa?
Tapi dia salah. Sangat salah. Nania menyadari itu kemudian. Orang-orang di luar mereka memang tetap berbisik-bisik, barangkali selamanya akan selalu begitu. Hanya saja, bukankah bisik-bisik itu kini berbeda bunyi?

Dari teras Nania menyaksikan anak-anaknya bermain basket dengan ayah mereka. Sesekali perempuan itu ikut tergelak melihat kocak permainan.
Ya. Duapuluh dua tahun pernikahan. Nania menghitung-hitung semua, anak-anak yang beranjak dewasa, rumah besar yang mereka tempati, kehidupan yang lebih dari yang bisa dia syukuri. Meski tubuhnya tak berfungsi sempurna. Meski kecantikannya tak lagi sama karena usia, meski karir telah direbut takdir dari tangannya. Waktu telah membuktikan segalanya. 

Cinta luar biasa dari laki-laki biasa yang tak pernah berubah, untuk Nania.

Episode Alamat Baru

Blog ini merupakan blog pindahan dari blog saya yang sebelumnya-- http://neng-anty.blogspot.com

Dengan berbagai macam alasan saya mengganti nama blog saya menjadi http://coretansederhana-anty.blogspot.com, saya melakukannya karena menurut saya blog saya hanyalah sebuah coretan yang sederhana. Isi nya kurang lebih sama dengan blog saya sebelumnya, hanya beberapa artikel yang saya tidak masukkan disini,  tata letak, ornamen ataupun pernak-perniknya hampir sama

Selamat Datang di blog saya yang baru, semoga isi nya bisa menginspirasi anda
Terima kasih

Salam
Anty ^_^